Explore the 10 shortlisted Batik designs from the Green Batik Design Challenge, each created by talented designers who combine traditional craftsmanship with innovative, eco-conscious artistry. Design titles and descriptions are written in both English and Bahasa Indonesia.
1. Coastal Floral Bouquet by Awee Batik / Buketan Kembang Pesisir karya Awee Batik
This “Buketan Kembang Pesisir” or “Coastal Floral Bouquet” batik is a representation of Dutch/European batik that flourished in Pekalongan during the colonial period (from the late 19th to early 20th century).
This textile tells the story of a harmonious balance between two cultures, as shown through the Dutch/European influences visible in the floral bouquets. The bright Pink Fuchsia and Orange flowers, resembling European blossoms, reflect the beauty of Dutch/European tropical flora with an elegant Western touch. Although the floral motifs appear foreign, the cloth is produced using the coastal batik (Batik Pesisir) techniques of Pekalongan. The dominant use of the kawung motif as the background symbolizes Indonesian batik culture, which has a long history and is recognized worldwide as a cultural heritage of Indonesia.
This batik is hoped to serve as a gateway for Indonesia–Netherlands cultural acculturation. It is created using a combination of block-printed (batik cap) and hand-drawn (batik tulis) techniques, with synthetic dyes. The use of block-printed (batik cap) allows for more efficient production and makes mass production possible. “Buketan Kembang Pesisir” batik is suitable for various fashion items, including men’s and women’s clothing, sarongs, shawls, and more.
[Bahasa Indonesia] Batik “Buketan Kembang Pesisir” ini adalah representasi batik Belanda/Eropa yang berkembang pesat di Pekalongan pada periode kolonial (sekitar akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20).
Kain ini menceritakan keseimbangan harmonis dua budaya, yaitu pengaruh Belanda/Eropa yang terlihat dari buketan kembang atau bunga. Bunga-bunga warna cerah Pink Fuchsia dan Orange yang menyerupai warna bunga Eropa merupakan keindahan flora tropis Belanda/Eropa dengan sentuhan barat yang elegan. Meskipun motif bunganya bergaya asing, kain ini diproduksi dengan teknik Batik Pesisir, Pekalongan. Penggunaan motif kawung yang dominan sebagai latar, melambangkan budaya batik Indonesia yang mempunyai sejarah panjang hingga diakui oleh dunia, bahwa batik adalah warisan budaya Indonesia.
Dengan batik ini semoga bisa menjadi pintu gerbang akulturasi budaya Indonesia-Belanda. Batik ini dibuat dengan teknik kombinasi batik cap dan batik tulis, menggunakan pewarnaan sintetis. Dengan teknik batik cap memungkinkan untuk bisa diproduksi secara massal dan waktu yang lebih efisien. Batik “Buketan Kembang Pesisir” ini cocok untuk fashion seperti pakaian pria dan wanita, sarung, selendang dan lainnya.
2. The Heron, a Bond of Love Between the Netherlands and Indonesia by Batik Bulan Pekalongan / Bangau Tali Pengikat Kasih Belanda & Indonesia karya Batik Bulan Pekalongan
This batik is inspired by Eliza Van Zuylen. About two months ago, we received visitors from the Netherlands who were the grandchildren and great-grandchildren of the Van Zuylen family. For us, as batik artists and practitioners, the heron (bird) motif in batik always reminds us of Eliza VZ, who was the first batik artist to introduce the heron motif into her work. Eliza VZ followed her husband, who was stationed in Pekalongan. Her fascination with observing batik-making awakened her artistic talent and led her to become one of Pekalongan’s most renowned batik entrepreneurs. She was born in 1863 in Batavia (now Jakarta) to a Dutch military father and an Indo-European mother. She began her batik business in 1888 and grew to become one of the largest batik producers in Java, with more than 100 artisans under her care.
Eliza VZ is known for creating the “Van Zuylen Bouquet” motif and for introducing the heron motif, which later became a symbol of Pekalongan batik. She passed away in 1947, leaving behind a valuable batik legacy that continues to inspire many other batik makers. The heron motif in Eliza Van Zuylen’s batik symbolizes loyalty, wisdom, and beauty. The heron, Eliza VZ, and the art of batik transcend ethnicity, race, nation, and religion. This batik crossed seas and continents, becoming a symbol of beauty and the harmony of intercultural relations.
Through batik, the heron, and the legacy of Eliza VZ, we are inspired to create batik that carves history, builds meaningful connections, and embodies our hopes for peace and cooperation among nations.
[Bahasa Indonesia] Batik ini terinspirasi dari Eliza Van Zuylen. Sekitar 2 bulan lalu, kami kedatangan tamu dari Belanda yang mana merupakan cucu dan cicit keluarga dari Eliza VZ. Bagi kami, seniman dan pegiat batik, motif bangau di batik selalu mengingatkan kami pada Eliza VZ, beliau adalah seniman batik pertama yang memasukkan motif bangau di dalam karya batiknya. Eliza VZ mengikuti suaminya yang bertugas di Pekalongan. Kesukaannya mengamati pembuatan batik membangkitkan talenta seninya untuk berkarya dan menuntunnya menjadi pengusaha batik terkenal di Pekalongan. Eliza VZ lahir pada tahun 1863 di Batavia (sekarang Jakarta) dari ayah seorang tentara Belanda dan ibu Indo-Eropa. Beliau memulai usaha batiknya pada tahun 1888 dan menjadi salah satu pengusaha batik terbesar di Jawa, dengan lebih dari 100 pengrajin batik di bawah asuhannya.
Eliza VZ dikenal karena menciptakan motif batik “Van Zuylen Bouquet” dan memasukkan motif bangau dalam karyanya, yang menjadi simbol batik Pekalongan. Meninggal pada tahun 1947, Eliza VZ meninggalkan warisan batik yang berharga dan menjadi inspirasi bagi banyak pengusaha batik lainnya. Motif bangau di batik Eliza Van Zuylen melambangkan kesetiaan, kebijaksanaan, keindahan. Bangau, Eliza VZ, dan seni batik, tidak bicara tentang suku, ras, bangsa, dan agama. Batik tersebut melintasi laut dan benua, dan menjadi simbol keindahan & keharmonisan indahnya hubungan antar bangsa.
Lewat batik, bangau dan Eliza VZ, kami terinspirasi untuk menciptakan batik yang mengukir sejarah, merintis hubungan baik, mewujudkan harapan akan perdamaian, dan kerjasama antar bangsa.
3. Harmony Across Continents by Batik Dannis Art / Harmoni Lintas Benua karya Batik Dannis Art
This batik is crafted with an extraordinary narrative background, illustrating the meeting of two cultures and the beauty of nature. In the foreground, a blue river motif appears, with flowing waves cutting through brown land: symbolizing a journey, sustenance, and the unceasing rhythm of life. A floating boat is also depicted, representing the voyage every human must undertake. The river is framed by colorful tulips, flowers strongly associated with the Netherlands (Europe), symbolizing beauty and respect.
Clearly visible as well is a temple motif standing proudly, representing our homeland, Indonesia: a symbol of cultural heritage, strength, and spirituality. Beside it stands a windmill, an iconic symbol of the Netherlands. The windmill signifies technological progress and cultural exchange. At the top of the batik, a wide sky filled with clouds is painted, which may be interpreted as inspiration, challenges, and hopes that accompany life’s journey. The sky unites all differences beneath it.
This hand-drawn and hand-painted batik is a vivid effort to preserve cultural heritage while portraying a universal story: although we come from different backgrounds, we all navigate the same journey of life, seeking beauty and serenity beneath the same sky, one shared sky. In conclusion, this batik tells the story of how cultural encounters can give birth to extraordinary beauty.
[Bahasa Indonesia] Batik ini ditulis dengan latar belakang yang sangat luar biasa, bercerita tentang pertemuan dua budaya dan keindahan alam. Di latar depan tampak gambar motif sungai biru dengan gelombang air mengalir deras membelah daratan coklat: melambangkan perjalanan, rezeki dan dinamika kehidupan yang tidak pernah berhenti. Dibuat juga gambar perahu terapung yang menyiratkan pelayaran yang harus dilalui setiap manusia. Sungai yang diapit bunga tulip berwarna-warni, bunga tulip ini identik dengan negara Belanda (benua Eropa) di sini melambangkan keindahan dan penghormatan.
Tampak jelas juga di sana ada motif batik bergambar candi yang berdiri megah mewakili simbol tanah air kita, Indonesia. Melambangkan warisan sejarah budaya, kekuatan & spiritualitas. Bersanding dengan kincir angin yang berdiri gagah sebagai simbol khas Belanda. Kincir ini melambangkan kemajuan teknologi dan interaksi budaya. Di bagian atas batik terlukis langit luas dipenuhi awan-awan yang bisa diartikan sebagai inspirasi, tantangan dan harapan yang selalu menghiasi perjalanan kehidupan. Langit juga menyatukan segala perbedaan yang ada di bawahnya.
Batik tulis lukis ini merupakan salah satu karya yang jelas dalam upaya melestarikan warisan budaya yang menggambarkan sebuah kehidupan: meskipun kita berasal dari latar belakang yang berbeda, kita semua mengarungi perjalanan kehidupan yang sama, yaitu mencari keindahan dan ketenangan di bawah langit yang satu, langit yang sama. Kesimpulannya adalah batik ini berkisah tentang pertemuan budaya itu dapat melahirkan keindahan yang luar biasa.
4. Hope from Nature by Batik Hasta Karsa / Harapan dari Alam karya Batik Hasta Karsa
On this cloth, a heron (bird) is depicted soaring gracefully with its wings outstretched across the sky, as if carrying prayers drifting with the wind. Herons are often interpreted as symbols of loyalty and hope. In this batik, the heron serves as the guardian of the journey between two different cultures: Indonesia and the Netherlands. Beneath its wings stands a sturdy windmill, symbolizing perseverance and an unbroken historical journey. Along the lakeside, beautiful tulips bloom at just the right moment, acting as a visual bridge that transforms history into something beautiful and connecting, rather than a reminder of past wounds.
On the water’s surface, a pair of swans swim side by side, symbolizing faithful and eternal love, as well as the continuous flow of life. Their togetherness feels harmonious, mirroring the hope for harmony between the two cultures. At the base of the design is the classic Javanese kawung motif, serving as a strong foundation. This motif symbolizes steadfastness and balance, conveying a message of maintaining cultural encounters in harmony without losing one’s roots. All motifs are drawn by hand using a canting filled with hot wax, telling stories of cultural intersections filled with harmony, and journeys that complement one another.
The blue color enveloping this entire batik motif is made using natural indigo dye. Indigo was chosen not only to represent the harmony between the two cultures, but also to symbolize a positive relationship with nature. The process is carried out through repeated dyeing of the same cloth. By the sixth dip, a soft blue emerges; continuing to the tenth dip, a deep, captivating dark blue appears as the final result. Each stroke of wax carries emotion. Each dip requires patience. Each shade of blue reflects a long journey. Each motif becomes a simple prayer, that the relationship between these two cultures may be beautiful and meaningful.
[Bahasa Indonesia] Pada kain ini, terdapat burung bangau yang sedang terbang membentangkan sayapnya lebar dan anggun di langit, seakan ikut membawa doa melayang bersama hembusan angin. Burung bangau kerap diartikan sebagai lambang kesetiaan serta harapan. Burung bangau berperan sebagai penjaga perjalanan dua budaya yang berbeda, Indonesia dan Belanda. Di bawah bentangan sayapnya, berdiri kincir angin yang kokoh, melambangkan ketekunan serta perjalanan panjang sejarah yang tak terputus. Di pinggiran danau, tumbuh bunga tulip yang indah, bunga yang akan mekar di waktu yang tepat, merupakan jembatan visual untuk mengubah sejarah menjadi sesuatu yang indah dan menghubungkan, bukan untuk mengenang luka masa lalu.
Pada permukaan air, angsa berenang berdampingan, melambangkan cinta yang setia dan abadi, serta kehidupan yang selalu mengalir tanpa henti. Kebersamaannya terasa begitu harmonis, begitu pula harapan hubungan dua budaya. Di paling bawah, terdapat motif klasik Jawa yaitu kawung sebagai pondasi yang kuat. Motif ini adalah simbol keteguhan dan keseimbangan yang menyiratkan pesan untuk menjaga pertemuan dua budaya tetap harmonis tanpa kehilangan asal-usulnya. Semua motif digambar dengan tangan menggunakan canting berisikan malam, motif di dalamnya mengisahkan persilangan budaya yang penuh keharmonisan, serta perjalanan yang saling melengkapi satu sama lain.
Warna biru yang membalut seluruh motif batik ini menggunakan pewarna alami indigo. Dipilihnya pewarna alami indigo karena tak hanya ingin menggambarkan hubungan harmonis antar dua budaya, tapi juga ikatan baik dengan alam. Prosesnya dilakukan lewat pencelupan berulang kali pada kain yang sama. Sampai pencelupan keenam, muncul warna biru yang lembut. Lalu berlanjut hingga pencelupan kesepuluh, biru tua yang dalam dan memikat hati muncul sebagai akhir dari proses pewarnaan. Setiap goresan malam membawa rasa. Setiap celupan membutuhkan kesabaran. Setiap warna menggambarkan perjalanan yang panjang. Setiap motifnya menjadi doa sederhana, agar hubungan dua budaya ini indah dan penuh makna.
5. Indonesia and the Netherlands in a Piece of Fabric by Batik Rameza / Indonesia dan Belanda dalam Sehelai Kain karya Batik Rameza
The strokes of the canting on cloth mark the deep bond of cooperation between the two friendly nations, Indonesia and the Netherlands. This Indonesia–Netherlands collaboration has had a significant impact on the world of entrepreneurship, especially in the field of batik. That collaboration is beautifully reflected in the batik motif “Indonesia dan Belanda dalam Sehelai Kain” or “Indonesia and the Netherlands in a Piece of Fabric.”
[Bahasa Indonesia] Goresan canting di atas kain telah menandai eratnya jalinan kerja sama dua negara sahabat Indonesia – Belanda. Kolaborasi Indonesia – Belanda sangat berdampak pada dunia wirausaha terutama di bidang batik. Kolaborasi itu tergambar pada motif batik “Indonesia dan Belanda dalam Sehelai Kain.”
6.Indonesian–Dutch Raindrop Bouquet by Rininta Batik Encim / Buketan Rintik Hujan Indonesia-Belanda karya Rininta Batik Encim
Inspired by Dutch batik motifs from the 1840–1940 era in Pekalongan, this sarong cloth features the Buketan Bangbiron (Red–Blue) motif. Buketan, a signature motif of Pekalongan, is an acculturation of European culture in the form of floral bouquets. In this design, a bouquet of tulips and jasmine is placed on the head of the sarong, symbolizing the harmonious relationship between the two countries, intertwined into a beautiful unity. Beauty is also represented by two proud landmarks: the windmill with its tulip garden and the National Monument (Monas) with its jasmine garden, serving as the main motifs on the body of the sarong. Raindrops depicted on the upper part of the sarong body symbolize fertility and abundant blessings that continually nourish the lands of Indonesia and the Netherlands, creating richness and prosperity.
The body of the sarong also includes a jar motif, symbolizing a vessel for rainwater collection (rain harvesting), which represents an alternative solution for water resource management. Along the borders, tulip and jasmine lace motifs are used. The upper border features icons from both the Netherlands and Indonesia. These lace-like border motifs reflect the distinctive characteristics of Dutch buketan motifs from that era, closely tied to European aesthetics.
The dominant colors (red, white, and blue) are taken from the national flags of both countries and also represent one of the hallmarks of Dutch batik motifs (Bangbiron). This piece is a hand-drawn batik using a dipping-dye technique, in which the cloth is first dyed red to prevent the colors from mixing with the blue, resulting in a pure red and a pure blue (not layered). This dyeing technique was widely used in Dutch batik motifs of that period. All processes and materials are produced in compliance with the Green Industry Standard (SIH). The presence of this “Buketan Rintik Hujan Indonesia-Belanda” or “Indonesian-Dutch Raindrop Bouquet” batik is hoped to ease the longing for historical Dutch batik, reimagined with a new theme that embraces sustainability.
[Bahasa Indonesia] Terinspirasi dari batik motif Belanda pada era 1840-1940 di Pekalongan, menghadirkan kain sarung dengan motif Buketan Bangbiron (Merah Biru). Buketan yang merupakan motif khas Pekalongan adalah akulturasi dari budaya Eropa berupa buket bunga. Pada desain ini dipilih buketan bunga tulip dan melati pada kepala sarung yang melambangkan hubungan harmonis kedua negara yang saling terjalin menjadi kesatuan yang indah. Keindahan juga ditampilkan pada landmark kebanggaan yaitu Kincir Angin dengan taman tulip dan Monumen Nasional (Monas) dengan taman melati yang menjadi motif utama pada badan sarung. Rintik air hujan pada badan sarung bagian atas melambangkan kesuburan, berlimpahnya keberkahan yang terus menyirami tanah Indonesia dan Belanda, sehingga menjadikan tanah yang subur dan membawa kemakmuran.
Pada badan sarung juga terdapat motif guci, simbol bak penampungan air hujan sebagai tempat panen air hujan (rain harvesting) yang merupakan solusi alternatif untuk pengelolaan sumber daya air. Pada bagian pinggiran dipilih motif renda bunga tulip dan melati. Pinggiran atas dipilih motif berupa ikon-ikon dari Belanda dan Indonesia. Motif pinggiran bentuk renda juga salah satu bentuk khas dari buketan motif Belanda pada era itu, yang erat dengan nuansa Eropa.
Pemilihan warna dominan Merah, Putih, Biru yang merupakan kombinasi dari bendera kedua negara, yang juga salah satu kekhasan batik motif Belanda (Bangbiron). Batik ini merupakan batik tulis dengan pewarnaan celup, yang dibuat blanko batik warna merah dahulu, agar tidak tercampur dengan warna biru sehingga menghasilkan warna merah asli dan biru asli (bukan tumpukan). Teknik pewarnaan ini banyak digunakan pada batik motif Belanda pada era tersebut. Keseluruhan proses dan bahan dibuat dengan memenuhi kriteria Standar Industri Hijau (SIH). Hadirnya baik Buketan Rintik Hujan Indonesia-Belanda ini semoga dapat menjadi obat rindu pada batik kuno Belanda yang dikemas kembali dengan tema baru yang mengusung tema keberlanjutan.
7. The Harmony of Universal Love by Komunitas Gemah Sumilir / Harmoni Cinta Semesta karya Komunitas Gemah Sumilir
Batik is part of the cultural heritage of the archipelago. As a tradition rich with layers of meaning and symbols of life, it carries messages of hope. Batik has been the identity of the Indonesian nation throughout generations and is recognized globally as an Intangible Cultural Heritage. Its development has woven itself into Indonesian society through education, culture, and social life, contributing to economic value, while also creating environmental impacts, especially as batik becomes part of industrial production. To ensure that batik remains a heritage for future generations, collective real action is needed. The collaboration between Indonesia and the Netherlands through the Green Batik Pekalongan represents a step of shared concern to keep batik alive while maintaining a balanced ecosystem.
Through the Green Batik Design Challenge, Gemah Sumilir, as a community engaged in batik culture and education, presents the batik design and Dutch–Indonesian motif titled “Harmoni Cinta Semesta” or “The Harmony of Cosmic Love” as a shared commitment to preserving batik heritage for the world. The batik motif features the waru leaf (symbolizing love) as a sign of affection and connection, combined with the windmill in the form of kawung, representing movement in life. Sparrows and butterflies symbolize freedom and transformation. Rice and wheat represent prosperity. Water and a pen symbolize knowledge and perseverance. Tulip flowers express love and affection. Temple and limasan-roof ornaments represent technology. The green color symbolizes growth, while the orange symbolizes joy and happiness.
The philosophy behind “Harmoni Cinta Semesta” is unity in love—strengthening the soul and nurturing emotion. Together with the universal pen of ethics and knowledge, it becomes a compass guiding harmonious and joyful relationships in life.
[Bahasa Indonesia] Batik merupakan bagian peninggalan nusantara. Sebagai budaya yang di dalamnya ada serat makna dengan simbol kehidupan sebagai pesan untuk menyampaikan sebuah harapan. Batik menjadi identitas bangsa Indonesia dari masa ke masa dan diakui dunia menjadi Warisan Budaya Tak Benda. Perkembangan batik menjadi bagian masyarakat Indonesia dalam dunia pendidikan, budaya, sosial, dan menumbuhkan nilai ekonomi, sekaligus menimbulkan dampak lingkungan terutama ketika batik menjadi bagian industri. Untuk menjadikan batik ini menjadi bagian warisan untuk generasi berikutnya, dibutuhkan langkah nyata bersama. Hubungan kerja sama Indonesia dan Belanda bersama gerakan Green Batik Pekalongan merupakan sebuah langkah kepedulian sebagai upaya agar batik tetap eksis dan terjaganya ekosistem kehidupan yang seimbang.
Melalui program Green Batik Design Challenge, Gemah Sumilir sebagai komunitas yang bergerak di bidang budaya dan edukasi batik, hadir dengan karya desain batik dan motif Belanda-Indonesia berjudul “Harmoni Cinta Semesta” sebagai kepedulian bersama dalam melestarikan warisan batik untuk dunia. Batik motif menggunakan simbol daun waru (love) sebagai cinta dan ikatan dengan kincir dalam bentuk kawung sebagai gerakan dalam hidup. Burung pipit dan kupu-kupu sebagai simbol kebebasan dan transformasi. Beras dan gandum sebagai simbol kemakmuran. Air dan pena sebagai simbol ilmu dan kegigihan. Bunga tulip sebagai simbol cinta dan kasih sayang. Ornamen candi dan limasan sebagai simbol teknologi. Warna hijau sebagai simbol tumbuh. Warna oranye sebagai simbol kegembiraan dan bahagia.
Filosofi batik “Harmoni Cinta Semesta”: kesatuan dalam cinta, menguatkan jiwa dan menumbuhkan rasa. Bersama pena semesta etika dan pengetahuan, menjadi titik kompas kehidupan dalam mengantarkan hubungan yang harmoni dan bahagia.
8. The Pride of Ancestral Heritage by Indigo Makers / Kebanggaan Tradisi Leluhur karya Indigo Makers
The hand-drawn batik motif “Kebanggaan Tradisi Leluhur” or “The Pride of Ancestral Heritage” serves as a symbol and icon of pride in the heritage of our ancestors. The Windmill and Borobudur Temple have long stood as distinctive symbols of technological achievement and cultural tradition for both nations, the Netherlands and Indonesia, whose friendship continues to this day. This sense of pride is timeless and will continue to be passed down from generation to generation.
Both icons rest upon a field of tulips, lilies, jasmine, and frangipani. Flowers symbolize happiness, gratitude, and prayer, carrying beauty and softness within the traditions of both countries. Tulips and lilies reflect the character of the Dutch people, full of beauty, spirit, and elegance. Jasmine and frangipani represent the identity of the Indonesian people, in times of joy and sorrow, symbolizing beauty, fragrance, and cultural values.
The natural dyeing process uses indigo paste derived from the Indigofera tinctoria plant. This indigo paste is produced by our own business, Indigo Makers, in collaboration with farmers in rural areas. The natural dye solution is created by boiling coconut sugar as a reducing agent and mixing it with the indigo paste. This natural dyeing method is sustainable and environmentally friendly, from the cultivation of the plants to the materials used for removing wax (malam), utilizing cassava starch.
[Bahasa Indonesia] Batik tulis motif “Kebanggaan Tradisi Leluhur” merupakan simbol dan ikon kebanggaan terhadap tradisi para leluhur. Kincir Angin dan Candi Borobudur telah menjadi ciri khas simbol teknologi dan tradisi budaya bagi kedua negara, Belanda dan Indonesia, yang bersahabat hingga sekarang. Kebanggaan ini tak akan lekang oleh waktu dan terus akan tetap menjadi kebanggaan dari generasi ke generasi berikutnya.
Kedua ikon berada di hamparan bunga tulip, lily, melati dan kamboja. Bunga adalah simbol kebahagiaan, rasa syukur, dan doa yang memiliki rasa keindahan, kelembutan dalam tradisi kedua negara. Bunga tulip dan lily sebagai karakter masyarakat Belanda yang penuh keindahan, semangat, dan keanggunan. Bunga melati dan kamboja sebagai ciri khas masyarakat Indonesia dalam suka dan duka, keindahan, keharuman, dan nilai-nilai budaya.
Pewarnaan alami menggunakan pasta indigo berasal dari tanaman Indigofera tinctoria. Pasta indigo ini merupakan hasil dari produksi usaha kami sendiri, Indigo Makers, bekerja sama dengan para petani di pedesaan. Larutan pewarnaan alami dibuat dengan cara merebus gula kelapa sebagai reduktor dan dicampur dengan pasta indigo. Larutan pewarnaan alami ini merupakan jenis pewarnaan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Dimulai dari budidaya tanaman hingga bahan dan zat bantu pelepasan malam (wax) dengan menggunakan tepung kanji.
9. Tulip Constellation by Metaflora / Lintang Tulip karya Metaflora
“Lintang Tulip” or “Tulip Constellation” emerges from the meeting of two horizons: Indonesia and the Netherlands, two cultures united by time, wind, and light. Lintang (constellation) symbolizes direction, journey, and guidance — much like a windmill that keeps turning, following the breath of the sky. The tulip becomes a symbol of beauty, simplicity, and the cycle of life that blooms in the morning and bows gently in the evening.
In this batik, the windmill is reinterpreted as a star-shaped pattern that turns in harmony with the flow of time. Tulips appear as geometric petals that balance the composition, while soft color gradations from blue to violet evoke the transition from morning to dusk. “Lintang Tulip” becomes a reflection of balance, between motion and stillness, labor and beauty, heritage and renewal — a meeting of two cultures shaping a new harmony within a single piece of cloth.
[Bahasa Indonesia] “Lintang Tulip” berangkat dari pertemuan dua horizon: Indonesia dan Belanda, dua budaya yang dipersatukan oleh waktu, angin, dan cahaya. Lintang melambangkan arah, perjalanan, dan panduan — sebagaimana kincir angin yang terus berputar mengikuti hembusan langit. Tulip menjadi simbol keindahan, kesederhanaan, dan siklus kehidupan yang merekah di pagi dan merunduk di sore.
Dalam batik ini, kincir angin ditafsir ulang menjadi pola lintang yang berputar seirama dengan aliran waktu. Tulip dihadirkan sebagai kelopak geometris yang menyeimbangkan ruang, sementara gradasi warna lembut dari biru ke lembayung menghadirkan suasana transisi antara pagi dan senja. “Lintang Tulip” menjadi refleksi keseimbangan antara gerak dan hening, antara kerja dan keindahan, antara warisan dan pembaruan — sebuah pertemuan dua budaya yang membentuk harmoni baru dalam selembar kain.
10. The Legend Indonesia X The Netherlands by Ozzy Batik Pekalongan
The rich design of “The Legend Indonesia X the Netherlands” fabric holds diverse meanings within each motif. There is profound significance on both sides of this fabric. On the Indonesian side, we showcase the richness of Indonesian culture and traditions, one of which is Indonesian batik. We illustrate this with images of Indonesian batik fabrics featuring a wide variety of motifs, such as the kawung, parang, jlamprang, and so on. Beyond its cultural richness, Indonesia also boasts abundant natural resources, both agricultural and marine. Indonesia aims to preserve and develop these riches through various sustainable programs, but we are still hampered by technological developments and innovation.
From the Dutch perspective, we see extraordinary progress in Dutch innovation and technology, especially in this digital era. This includes the development of wastewater treatment technology (WWTP). With the numerous processes involved in making batik, the resulting waste is also considerable. We, Ozzy Batik, as a Green Industry, are concerned about this situation if changes are not made immediately for other batik artisans. We want this batik waste to be processed into something better for the environment. Therefore, let’s join hands with Indonesian batik artisans and the Dutch people to engage in critical thinking to process batik waste into something better for our environment.
[Bahasa Indonesia] Desain pada kain “The Legend Indonesia X the Netherlands” menyimpan beragam makna dalam setiap motifnya. Terdapat makna yang mendalam pada kedua sisi kain ini. Pada sisi Indonesia, kami menampilkan kekayaan budaya dan tradisi Indonesia, salah satunya adalah batik. Hal ini digambarkan melalui ilustrasi kain-kain batik Indonesia dengan berbagai ragam motif, seperti kawung, parang, jlamprang, dan lainnya. Selain kekayaan budayanya, Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang melimpah, baik pertanian maupun kelautan. Indonesia berupaya menjaga dan mengembangkan kekayaan tersebut melalui berbagai program berkelanjutan, namun kami masih terkendala oleh perkembangan teknologi dan inovasi.
Dari perspektif Belanda, kami melihat kemajuan luar biasa dalam inovasi dan teknologi Belanda, terutama pada era digital ini. Hal ini termasuk pengembangan teknologi pengolahan air limbah (WWTP). Dengan banyaknya proses dalam pembuatan batik, limbah yang dihasilkan juga cukup besar. Kami, Ozzy Batik, sebagai Industri Hijau, merasa prihatin terhadap situasi ini jika tidak segera dilakukan perubahan oleh para perajin batik lainnya. Kami ingin agar limbah batik ini dapat diolah menjadi sesuatu yang lebih baik bagi lingkungan. Oleh karena itu, mari kita bergandeng tangan bersama para perajin batik Indonesia dan masyarakat Belanda untuk melakukan pemikiran kritis dalam mengolah limbah batik menjadi sesuatu yang lebih baik bagi lingkungan kita.
